FORUM PESK SULUT DIBENTUK

Press Release

FORUM PESK SULUT DIBENTUK
(Catatan Seminar Menghadapi Tantangan Pertambangan Rakyat di Sulut)

Pertambangan emas telah menjadi bagian penting dari sejarah kehidupan masyarakat Sulawesi Utara (Sulut). Banyak masyarakat Indonesia, bahkan masyarakat Sulut sendiri beraktivitas dan menggantungkan hidupnya dari pertambangan rakyat. Namun disisi lain, fakta bahwa, pertambangan rakyat masih bersoal dengan berbagai hal. Mulai dari aspek lingkungan, sosial hingga regulasi.
Artisanal Gold Council (AGC) bekerjasama dengan Aliansi Masyarakat Adat Nusatara (AMAN) Wilayah Sulawesi Utara memfasilitasi seminar tentang pertambangan rakyat, kamis (6/9) di Hotel Whiz Prime Manado. Seminar ini mengangkat topik “Menghadapi Tantangan Pertambangan Rakyat di Sulawesi Utara”.
Berbagai elemen masyarakat hadir di acara ini. Aktivis lingkungan, jurnalis, praktisi hukum akademisi dan instansi pemerintah terkait, berkumpul membahas tema yang diangkat. Seminar ini bertujuan untuk membahas pertambangan rakyat skala kecil di Sulawesi Utara. Selain itu, bertujuan untuk merumuskan tata kelola yang baik bagi pertambangan rakyat di Sulawesi utara.
Pihak-pihak yang berkompeten dihadirkan sebagai narasumber. Pertama, mewakili Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Sulut, Yahya Tumanduk, S.Si, berbicara tentang pertambangan rakyat dan masalah lingkungan hidup. Kedua, mewakili Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Sulut, Theodorus Rompas, ST, ME, berbicara tentang kebijakan teknis di bidang pertambangan. Sementara, bertindak sebagai moderator yaitu Denni Pinontoan, M.Teol, selaku akademisi dan aktivis yang konsern dengan isu lingkungan.
Dalam sesi materinya, Yahya Tumanduk, S.Si mengungkapkan beberapa kendala ketika mengurusi pertambangan rakyat. Menurutnya, pembukaan lahan pertambangan rakyat yang kurang terkontrol, melakukan pertambangan emas dan pengolahan limbah yang tidak sesuai peraturan serta pertambangan tanpa ijin merupakan kendala yang dihadapi. Namun pihaknya sudah mempunyai upaya untuk mengatasi masalah itu.
“Dari dinas lingkungan hidup, sudah mempunyai upaya-upaya pengawasan dan pembinaan terhadap masalah tersebut”, tegasnya.
Ia mengungkapkan bahwa kolaborasi berbagai elemen masyarakat dengan pemerintah merupakan pertanda yang baik dalam menangani pertambangan rakyat di Sulut. “Kita sebagai pemerintah bermitra sama-sama untuk memecahkan masalah seperti ini dan ini suatu pertanda yang baik” tutur Tumanduk.
Yahya juga mengapreasi seminar yang digagas AGC dan AMAN ini. Menurutnya, ini bukti bahwa masih ada kepercayaan yang diberikan masyarakat kepada pemerintah. “AMAN luar biasa mengumpulkan teman-teman untuk mengadakan dialog ini. Ini bukti bahwa kami masih dipercaya”, ucap Tumanduk selaku juga Kasie Penegakan Hukum Dinas Lingkungan Hidup Sulawesi Utara.

Tampil sebagai narasumber kedua, Theodorus Rompas, ST, ME, menyampaikan beberapa hal terkait Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Dituturkannya, Sulut memiliki beberapa daerah pertambangan rakyat yang sudah tidak memiliki WPR. Ini disebabkan karena mereka sudah tidak lagi mengurus perpanjangan WPR. Sehingga hanya ada dua daerah di Sulut yang memiliki WPR.
“Jadi secara legal, WPR yang ada di Sulut ini, sekarang tinggal Tatelu dan Tobongon”, pungkas Rompas.
Disampaikannya pula bahwa gubernur sangat memberi perhatian untuk pengurusan WPR yang baru dalam mengakomodir penambang tradisional. “Dalam beberapa pertemuan Gubernur Sulut menyampaikan bahwa beliau lebih interes kalau dibuat WPR-WPR yang baru untuk mengakomodir teman-teman penambang tradisional”, ucap Rompas.
Ia menyampaikan bahwa Gubernur menginginkan WPR diberikan di daerah yang ada emasnya. Supaya penambang rakyat tidak berpindah-pindah dan kesejahteraannya terlihat. Sehingga sesudah WPR ada, barulah gubernur mengeluarkan Ijin Pertambangan Rakyat (IPR).
Usai para narasumber berbicara, ruang pertanyaan dan pendapat diberikan kepada para peserta yang hadir.
Hendra Mokorowu, selaku mantan penambang yang kini menjadi jurnalis, mendapatkan kesempatan bicara pertama. Menurutnya, kerusakan lingkungan lebih banyak dilakibatkan oleh perusahaan pertambangan, dibandingkan dengan pertambangan rakyat.
Sejalan dengan Hendra, aktivis lingkungan Sulut, Dra. Jull Takaliuang, menyampaikan bahwa kerusakan yang paling parah diakibatkan oleh penambang dengan investasi besar. Aktivitis Perempuan dan Anak Sulut ini, juga menuturkan bahwa tambang rakyat sering dijadikan tameng perusahaan tambang besar. “Selama ini tambang rakyat selalu dijadikan tameng oleh perusahaan besar yang menyatakan mencemari lingkungan sebab ada merkuri dan sianida yang dipakai tidak susuai dengan aturan”, tutur Takaliuang.
Ia juga mengatakan bahwa hal yang menjadi fokus perhatiannya yaitu pembuangan limbah. Sehingga dia sangat mengapresiasi upaya AGC yang mengandeng AMAN untuk menghadirkan pertambangan yang tidak menggunakan merkuri dan sianida. “Ternyata langkah ini sebuah langkah positif. Kaitan tentang menyelamatkan lingkungan hidup, menyelamatkan orang-orang yang bekerja disitu dan semua yang terkait”, ungkapnya.
Takaliuang juga menambahkan bahwa upaya ini harus didorong supaya ini juga menjadi program pemerintah. Satu paket program. Pembuatan amdal dan penggunaan alat pertambangan yang tidak menggunakan bahan beracun berbahaya.
Praktisi hukum, Frangky Mantiri, M.H, menjelaskan soal UU Minerba yang tidak berpihak kepada penambang rakyat. Hal ini dapat diilhat dari tidak ada batasan yang jelas tentang definsi penambang rakyat, termasuk prosesnya. Menurutnya pula, kalau pemerintah hanya berfokus pada soal legal dan tidak legal pada akhirnya penambang rakyat akan tersingkir.
Sebelum seminar berakhir, peserta mengusulkan pembentukan forum khusus yang nanti akan fokus membahas tentang pertambangan rakyat. Usulan ini mengelinding di forum dan langsung disambut baik seluruh peserta seminar. Forum pertambangan rakyat ini dibentuk dan diberi nama Forum Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) Sulawesi Utara.
Usul dan pembentukan Forum PESK Sulut ini, disambut baik oleh AMAN Wilayah Sulut. Rivo Gosal, selaku Ketua BPH AMAN Wilayah Sulut, sangat mengapresiasi pembentukan Forum PESK Sulut. Menurutnya, sangat baik untuk ada sebuah forum yang khusus membahas dan mengkaji pertambangan rakyat, terutama di Sulut.
“Soal pertambangan rakyat kurang dilirik, sehingga kalau ada forum bisa menjadi salah satu topik pembahasan yang sangat penting. Sebab persoalan-persolan tersebut harus dibicarakan lebih lanjut dengan juga menghadirkan berbagai pihak yang terkait”, jelas Gosal yang juga adalah seorang jurnalis.
Seminar tentang pertambangan rakyat di Sulawesi Utara diakhiri dengan foto bersama seluruh peserta yang hadir.

AMAN Nantikan Pengembalian Hutan Adat Sepenuhnya

Warning tegas dilontar Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Sulawesi Utara (Sulut) untuk pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sorotan serius AMAN adalah program pengembalian wilayah adat dari kawasan hutan negara.

Data yang dihimpun AMAN melalui pemetaan wilayah hutan adat seluas 9,3 juta hektare telah diterima pemerintah. Namun sampai saat ini, hanya tercatat sekitar 19 ribu hektare hutan adat yang dikembalikan ke masyarakat adat.

“Jumlah 19 ribu hektare itu angka yang sangat kecil dari luas wilayah adat yang di tangan pemerintah sebanyak 9,3 juta hektare,” kata Sekretaris Jendral Rukka Sombolinggi, saat diwawancarai, baru-baru ini.

Ia menjelaskan, kalau melihat proses dan mekanisme bagaimana pengakuan wilayah adat oleh negara kepada masyarakat, ini adalah tonggak sejarah. “Dalam sejarah Indonesia, ini kali pertama negara mengembalikan hak-hak hutan adat yang menjadi milik masyarakat adat,” kata Rukka.

Pada 2012 AMAN mengajukan judicial review Undang-undang Kehutanan Tahun 2001 yang mengklaim hutan adat sebagai hutan negara. Akhirnya judicial review terhadap undang-undang tersebut ke Mahkamah Konstitusi berhasil. Saat itu diputuskan bahwa hutan adat yang sebelumnya menjadi bagian hutan negara tidak lagi menjadi hutan negara. Keputusan ini termuat dalam putusan MK No.35/PUU-X/2012. “Sejak keputusan MK itu, kini hutan adat adalah milik masyarakat adat,” tegas Rukka.

Dalam Pemilu 2014, anggota AMAN yang berjumlah sekitar 2.000 komunitas adat di seluruh nusantara telah menyumbangkan suaranya kepada Presiden Joko Widodo. Dari 17 juta jiwa anggota AMAN, sekitar 12 juta masuk dalam usia wajib pilih.

“Secara umum melalui partisipasi politik dalam Pilkada, Pileg, dan Pilpres, AMAN memastikan terpenuhinya hak-hak masyarakat adat di berbagai bidang,” terang Rukka. (tim aman sulut)

MASYARAKAT ADAT MINAHASA SAMBUT SEKJEN AMAN

Syair-syair untaian doa menyambut fajar, Minggu (11/3/2017).

Tambur dan pekikan penari Kawasaran menyapa kesunyian Bandar Udara Internasional Sam Ratulangi Manado. Tokoh adat Minahasa tampak menyalami Sekretaris Jenderal (Sekjen) Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Rukka Sombolinggi, yang baru saja menginjakkan kakinya di Tanah Adat Minahasa.

“Penyambutan secara adat ini mau menjelaskan bahwa para penari Kawasaran selaku masyarakat adat, sebagai makawale (tuan dan nyonya rumah) pelaksanaan Rapat Kerja Nasional AMAN, menerima Sekjen AMAN dengan tangan terbuka. Ini juga tanda bahwa kami masyarakat adat Minahasa menyambut dengan keterbukaan dan kegembiraan hati bagi para tamu undangan, tokoh adat se-Nusantara ke tanah kami,” jelas tokoh adat Minahasa, Rinto Taroreh.

Menurutnya, syair-syair yang mengalun bersama setiap gerak para penari Kawasaran merupakan doa permohonan kepada Sang Khalik agar jalan acara Rakernas AMAN V bisa mengalir bagaikan air.

“Kawasaran adalah pembuka jalan. Para penari menyampaikan doa dalam ungkapan kata dan gerak kepada Empung Wailan Wangko agar Sekjen AMAN diberkati, dibukakan jalan. Doa yang sama bagi para peserta Rakernas dan jalannya acara yang telah disiapkan. Kita juga meminta agar para leluhur merestui langkah kita,” ungkap figur penggerak Komunitas Waraney Wuaya ini.

Seirama diungkapkan Nedine Helena Sulu. Wewene Minahasa yang kini dipercayakan sebagai ketua panitia kegiatan strategis masyarakat adat se-Nusantara itu bertutur, kehadiran Sekjen AMAN merupakan kehormatan bagi masyarakat Minahasa.

“Kami merasa terhormat. Sebagai anak dari tanah ini (Minahasa, red)  kami menyambut dengan penuh sukacita Ibu Sekjen. Penyambutan secara adat ini ekspresi penerimaan dan penyambutan bagi Ibu Sekjen dan seluruh tamu, tetua adat se-Nusantara yang akan hadir di Rakernas AMAN,” tandas Sulu yang kini dipercayakan sebagai Wakil Ketua II Dewan AMAN Nasional (DAMANAS).

Sementara, Sekjen AMAN Rukka Sombolinggi, tampak tak bisa menyembunyikan rasa haru. Penerimaan itu diakui merupakan hal yang luar biasa.

“Saya merasa terharu. Dan saya merasa diterima di tanah ini. Luar biasa,” ucap sekjen perempuan pertama di organisasi masyarakat adat terbesar di dunia ini.

Hadir dalam penyambutan Sekjen AMAN tersebut, tokoh adat Minahasa Rinto Taroreh, Ketua Panitia Rakernas AMAN V Nedine Helena Sulu, para penggerak dan penari Kawasaran Mapanget Wuaya.

Tumpukan Kawasaran ini merupakan bagian dari Komunitas Waraney Wuaya. Komunitas Kawasaran dari masyarakat adat Minahasa di Tanah Tonsea, termasuk wilayah Bandara Sam Ratulangi.

Diketahui, Rakernas AMAN V akan dilaksanakan di Desa Koha Kecamatan Mandolang, 14 – 17 Maret 2018. Terangkai dengan itu akan digelar perayaan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat Nusantara (HKMAN) dan hari ulang tahun AMAN ke-19, yang akan dipusatkan di Benteng Moraya Tondano pada 17 Maret 2018. (tim aman sulut

Pemprov Sulut Dukung Rakernas AMAN V di Minahasa

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) matangkan rencana Rapat Kerja Nasional (Rakernas) V. Jumat (23/2), tim AMAN yang dipimpin Ketua Dewan AMAN Nasional (DAMANNAS) Hein Namotemo yang juga Ketua Steering Committee dan Wakil Ketua II DAMANAS sekaligus sebagai Ketua Organizing Commite, Nedine Helena Sulu melakukan audiensi bersama Gubernur Sulawesi Utara yang diwakili Kepala Dinas Kebudayaan Daerah, Ferry Sangian.

Dalam pertemuan yang digelar pada Kantor Dinas Kebudayaan Daerah di Kota Manado ini, tim AMAN memaparkan rencana kegiatan yang akan digelar di Wanua Koha Kecamatan Mandolang dan Kota Tondano Kabupaten Minahasa. “Niat audiensi sebenarnya sudah sejak beberapa bulan lalu. Kita berkeinginan untuk bisa berkomunikasi dengan Pemprov Sulut. Kita datang terkait kegiatan Rakernas ke V AMAN yang rencananya akan dilaksanakan di Desa Koha Kecamatan Mandolang dan Kota Tondano,” ungkap Hein Namotemo.

Sementara, Ketua Panitia Nedine Helena Sulu menjelaskan tentang berbagai hal teknis terkait kegiatan. “Kegiatan ini rencananya akan dihadiri sekira 500 pimpinan dan tetua adat dari seluruh wilayah Nusantara,” ujarnya. Berbagai hal terkait agenda tersebut diungkapkan tim AMAN yang hadir, sembari berharap bisa berkomunikasi dengan baik bersama pemerintah daerah, khususnya Gubernur Sulawesi Utara, Olly Dondokambey. Pihak Pemprov Sulut sendiri mengaku sangat merespon positif kehadiran tim AMAN dan siap menunjang sepenuhnya kegiatan tersebut. “Pemprov Sulut apresiasi karena ada organisasi yang peduli dengan masyarakat adat, budaya nusantara.

Kita bisa membantu dan berharap bisa bersinergi,” tandas Kepala Dinas Kebudayaan Daerah Provinsi Sulut, Ferry Sangian. Ia juga menegaskan, akan secepatnya melanjutkan informasi tersebut kepada Gubernur Olly Dondokambey yang saat itu sedang dalam agenda khusus di luar daerah. “Kita akan secepatnya menyampaikan informasi ini ke Pak Gubernur. Intinya, Pemprov Sulut siap membantu demi menyukseskan kegiatan penting ini,” kata Sangian.

Turut hadir bersama dalam audiensi ini, Komisi Kebijakan DAMANAS Dyah Ayu, Deputi I Sekjen Pengurus Besar (PB) AMAN Eustubio Renggi, Manajer Operasional PB AMAN Rainy Situmorang, Sekretaris PB AMAN Dea Nova Larasati, Kepala Divisi Pendidikan PB AMAN Annas Radin Syarif, Ketua BPH AMAN Sulut Lefrando Gosal, Ketua BPAN Sulut Allan Sumeleh, Tim Hukum dan Humas Rakernas V AMAN Matulandi Supit, Staff PB AMAN Silvy Motto dan Antok Rombak serta sejumlah anggota panitia lainnya. (tim aman sulut)